Selasa, 28 April 2009

Harta bertambah dan menjadi barakah dengan shodaqoh

Banyak manusia yang salah dalam melakukan perhitungan dalam mencari keberuntungan. Banyak yang salah jalan. Terjebak dengan fatamorgana.

Sebagai seorang muslim, kita harus memahami apa sebenarnya tugas kita. Allah telah menegaskan bahwa tujuan penciptaan kita adalah untuk beribadah kepadanya. Rangkaian aktivitas apapun yang kita lakukan hendaknya mengandung nilai ibadah.

Semua sisi-sisi kehidupan yang kita lalui terwarnai dengan nilai ibadah. Islam telah mengatur semua sektor kehidupan, mengatur berbagai hal. Mulai dari kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat dan secara global dunia internasional. Mengatur hal-hal yang ringan dan berat.

Sudah selayaknya dan seharusnya kehidupan kita disesuaikan dengan apa maunya Islam. Ketika ini mampu kita selaraskan, maka kebahagiaanlah yang akan dapat kita raih.

Berikut kisah menarik dari Rasulullah yang perlu kita cermati dari sebuah hadits Abu Hurairah rodhiyallohu anhu dari nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

"Ketika ada seorang sedang berjalan di sebuah padang yang luas tak berair, tiba-tiba dia mendengar suara dari awan (mendung), 'Siramilah kebun si fulan!' maka awan itu menepi (menjauh) lalu mengguyurkan airnya di tanah bebatuan hitam.

Ternyata ada saluran air dari saluran-saluran itu yang telah penuh dengan air. Maka ia menelusuri (mengikuti) air itu. Ternyata ada seorang laki-laki yang berada di kebunnya sedang mengarahkan air dengan cangkulnya.

Kemudian dia bertanya, 'Wahai hamba Allah, siapakah nama anda?' dia menjawab, 'Fulan'.

Sebuah nama yang didengar dari awan tadi. Kemudian orang itu balik bertanya, 'Mengapa anda menenyakan namaku?' dia menjawab, 'Saya mendengar suara dari awan yang ini adalah airnya, mengatakan Siramilah kebun si fulan! yaitu nama anda. Maka apakah yang telah anda kerjakan dalam kebun ini?'

Dia menjawab, 'Karena anda telah mengatakan hal ini maka akan saya ceritakan bahwa saya memperhitungkan (membagi) apa yang dihasilkan oleh kebun ini; sepertiganya saya sedekahkan; sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga dan sepertiganya lagi saya kembalikan lagi ke kebun (ditanam kembali). HR. Muslim

Dalam riwayat lain disebutkan:

Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).


Yakinlah bahwa apa yang kita infaqkan di jalan Allah akan mendapatkan balasan langsung di dunia, kalaupun belum ia akan kita dapatkan yang lebih baik lagi di akhirat kelak. Jangan khawatir harta kita berkurang, yakinlah ia akan bertambah dan menjadi barokah.

Allah SWT berfirman :

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (Al-Baqarah: 245).

"Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) dan Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 261).

Nabi SAW :

"Tiga hal yang aku bersumpah atas ketiganya;
1. Tidak berkurang harta karena shodaqoh,
2. Tidak teraniaya seorang hamba dengan aniaya yang ia sabar atasnya, melainkan Alalah Azza Wajalla menambahkan kemuliaan, dan
3. Tidak membuka seorang hamba pintu permintaan melainkan Allah membuka atasnya pintu kefakiran" (HR Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdo’a) : “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdo’a :”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran” [Muttafaqun alaih]

Sudahkah kita hari menginfaqkan sebagian dari harta kita?

Sabtu, 25 April 2009

Melipatgandakan harta kekayaan

Saudaraku....

Apalah artinya harta kekayaan yang kita buru. Sebenarnya untuk apa sih kita mencari harta kekayaan. Apa yang akan kita perbuat dengan harta kita?

Banyak sekali manusia yang tertipu dengan gemerlapnya kehidupan dunia, banyak sekali manusia yang lalai, sedikit sekali yang bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepadanya. Sudah seharusnya dan selayaknya kita senantiasa bersyukur kepada Allah. Setiap pagi kita memuji Allah yang telah menghidupkan kita kembali setelah mati sementara (tidur), dan hal yang perlu tertanam dalam diri bahwa kita akan kembali kepada Allah.

Kita di sini hanya sementara, hakikat kehidupan sebenarnya yang akan kita alami adalah sesudah menemui kematian, bahagiakah kita? Ataukah sengsara berkepanjangan yang tiada bertepi. Oleh karena itu kita harus pandai bersyukur kepada Allah, berapapun rezeki yang kita dapatkan hari ini. Allah berfirman :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim. 7)

Rasa syukur atas harta yang kita peroleh bukan hanya sekadar mengucapkan pujian kepada Allah, akan tetapi diimbangi dengan aksi nyata atas rasa syukur tersebut. Apa itu aksi nyata atas rasa syukur agar Allah menambah kenikmatan yang telah diperoleh. Allah berfriman :

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Q.S Saba: 39)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Sudah banyak yang membuktikan bagaimana aksi nyata ini mampu melipatgandakan kekayaan yang telah diperoleh.
Dikisahkan “ Ali Bin Abi Thalib membawa satu buah delima pesanan untuk istrinya tercinta yang cantik dan Sholehah putri Rasululloh Fatimah Az Zahra yang sedang sakit, di tengah jalan tiba-tiba dia bertemu dengan lelaki tua yang menginginkan buah tersebut, mulanya Ali sangat berat hati untuk memberikan buah delima tersebut karena teringat kepada istri tercintanya Fatimah Az Zahro yang sedang sakit menunggunya dirumah, Ali begitu dilema tetapi tiba-tiba saja Ali ingat dengan janji Allah

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Q.S Al an`am : 160).

Sesampainya dirumah Fatimah menyambutnya dengan wajah yang berseri, lalu bertanya kepada Ali mengapa engkau murung wahai suamiku? dengan perasaan gundah takut mengecewakan Istrinya akhirnya Ali menceritakan kejadian tersebut kepada Fatimah, Subhanalloh alangkah terkejut Ali ternyata sang istri tercinta Fatimah hanya tersenyum lembut dan tulus seraya berkata, Insya Allah pasti Allah akan mengganti dengan yang lebih baik,

Tak lama berselang benar saja tiba-tiba Salman Al farisi datang membawa sembilan buah delima, dan Ali sempat protes “Wahai Salman kenapa engkau hanya memberi sembilan”, Jika benar ini balasan dari Allah untukku seharusnya berjumlah sepuluh wahai Salman, karena Ali yakin akan balasan dari Allah. Dan ternyata benar rupanya Salman ingin mengujinya dengan menyembunyikan satu buah buah delima dibalik pakaiannya, dan akhirnnya genap menjadi sepuluh.

Penghalang Rezeki

Kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menggapai rezeki dengan berbagai potensi yang kita miliki. Kemampuan fisik kita mungkin tidak ada yang meragukan dan meremehkan. Pemikiran kita sudah mendapatkan bekal yang sangat cukup. Tak lupa juga kita senantiasa berdo’a. Tapi mengapa kok rezeki susah banget kita dapatkan. Kita datangi, e.. dia malah menjauh. Sudah ada di hadapan mata, mau kita ambil keburu di duluan yang lain. Sudah ada tangan, tinggal mau menikmati, ada yang merampas dengan kasar. Berlimpah rezeki sudah kita kumpulkan, pengeluaran selalu lebih besar dari pada pemasukkannya. Tanpa diduga, usaha yang dibangun puluhan tahun yang melimpah ruah dalam sekejap bisa lenyap. Ada musibah alam yang tidak kita kehendaki. Ada juga krisis yang melanda dunia yang berimbas juga terhadap usaha kita.

Kalau sudah demikian, apanya yang salah. Apa sebabnya? Berikut bisa kita renungkan, mungkin dan bisa jadi kita mengalami hal ini. Tahukah kita bahwa :

Rasullah telah bersabda:

"Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR. Ahmad)

Saudaraku…
Tak bosan-bosannya kita bermaksiat, bergelimang dengan dosa. Sadarkah kita bahwa inilah yang menjadi penghalang rezeki itu.

Dalam hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda :
"Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya.

Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka.

Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa.

Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan.

Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki.

Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antar mereka."

Rasulullah saw juga bersabda : "Jika engkau dapati Allah Azza wa Jalla memberikan limpahan kekayaan kepada seorang hamba padahal hamba itu tetap berada di dalam kemaksiatan, maka tak lain hal itu merupakan penundaan tindakan dari Nya" (HR Ahmad)
Selanjutnya beliau (Rasulullah saw) membaca ayat yang artinya : „Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An'aam : 44)

Imam Ahmad meriwayatkan, Abi Rafi' bercerita bahwa Rasulullah saw pernah melewati pekuburan Baqi. Lalu beliau berkata, "Kotorlah engkau, cis ... !" Aku menyangka kiranya beliau maksudkan diriku. Beliau bertutur, „Tidak, cuma inilah kuburan si fulan yang pernah kuutus untuk memungut zakat pada bani fulan lalu dia mencuri baju wol dan kini dia sedang dipakaikan baju yang serupa dari api neraka.

Dalam shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : "Penduduk yang di dunia begelimang kesenangan sementara dia itu termasuk ahli neraka dihadirkan pada hari kiamat untuk kemudian dicelup dengan celupan neraka. Kemudian kepada mereka dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau lihat kebaikan ?" Dia menjawab, "Wallahi, tidak ya Rabbi !" Dan manusia yang di dunia paling sengsara hidupnya sementara dia itu calon penghuni surga akan dicelup dengan celupan surga. Lalu kepada mereka akan dikatakan, "Hai ibnu Adam, adakah kau peroleh kesengsaraan? Adakah kau temui kegetiran?" Dia menjawab, "Tidak, demi Allah ya Rabbi, tidak kudapati sama sekali.""

Sedangkan dalam shahih Muslim Rasulullah saw pernah bersabda tentang 3 golongan manusia yang pertama diadili di hari akhir. Golongan pertama adalah mereka yang mati syahid. Diantara mereka wajahnya tersungkur dan diseret ke neraka karena ternyata perang yang telah dilakukannya semata-mata hanya agar disebut pahlawan. Golongan kedua adalah orang yang sering membaca Al-Qur'an, rajin menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan pengetahuannya. Namun ternyata mereka juga tersungkur dan diseret ke dalam nereka. Mengapa ? Karena ternyata mereka hanya ingin mendapat gelar sebagai orang alim dan pintar.

Golongan ketiga adalah seorang laki-laki yang seluruh kekayaannya dia korbankan. Tetapi nasibnya sama dengan kedua golongan sebelumya, ia tersungkur dan diseret ke neraka, karena ia melakukan itu agar dikatakan dermawan.


Saudaraku…..

Kita harus menyadari akan hal ini, bahwa kemaksiatan yang telah dilakukan merupakan penghalang rezeki.

Akal kita juga tidak akan bisa menerima ilmu jika kita bermasiat, Imam Syafi’i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan sesuatu yang membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam menangkap pelajaran, kecerdasannya dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik berkata, “Aku melihat, Allah telah meletakkan sinar dalam hatimu. Jangan padamkan sinar itu dengan kegelapan maksiat.” Imam Syafi’i menjawab, “Saya mengeluhkan hafalanku yang jelek kepada Waki’. Ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat. Waki’ berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu itu anugerah dan anugerah Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”

Saudaraku….

“Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat,“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (HR Tarmidzi)

Saudaraku….

Bukankah kita telah mengikrarkan pengakuan kita sebagaimana dalam surat Al A’raaf ayat 172 yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba mengucapkan di pagi dan sore hari sebanyak tiga kali,
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً
[Aku rela Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul], melainkan sudah menjadi hak Allah untuk meridhainya pada hari Kiamat." (HR. Ahmad)

Kita harus bisa istiqomah dengan keimanan kita. Allah Berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat : 30)
Saudaraku…
Kita telah menyadari apa yang telah kita lakukan selama ini. Kini saatnya kita kembali kepada hakikat jalan yang sesungguhnya yang harus kita lalui. Kita harus mengakui dan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman kita sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat 2. Saatnya kita menapaki jalan Islam, masuk ke dalam secara keseluruhan, kita celupkan diri kita ke dalam nilai-nilai Islam.
Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Imam Muslim)
Bila keimanan telah tertancap dan menghunjam dalam diri. Segala hal apapun menjadi baik bagi kita. Kita akan melihat segala sesuatunya dari kacamata iman. Kita akan bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kita alami.
Saudaraku… Mari kita beriman dan bertaqwa!
Niscaya janji Allah itu benar. Mari kita buktikan. Mari kita menikmati hakikat kekayaan yang sesungguhnya.
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raaf : 96)

Perburuan mencari kekayaan

Apa yang kita cari, Kaya Materi, Kaya Pemikiran, atau Kaya Spiritual? Berbagai upaya telah, sedang dan akan dilakukan untuk mewujudkan impian tersebut. Lalu bagaimanakah seharusnya yang kita wujudkan, Apakah cukup dengan kaya materi, atau perlu juga memiliki kekayaan intelektual. Lalu apakah harus mengabaikan kekayaan spiritual?

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. Ash Shaff : 10 - 13)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat[662], yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS. At Taubah : 111 - 112)


[662]. Maksudnya: melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad. Ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa.

Tiga cara dalam menggapai kekayaan

Oleh : Wagimin

Tiga potensi yang paling mendasar yang telah Allah berikan kepada kita hendaknya dapat kita manfaat dengan baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan potensi dasar tersebut. Tubuh kita, akal kita, dan ruh kita hendaknya kita pelihara, kita jaga, kita penuhi kebutuhannya.

Bagaimana ketiga potensi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencari kekayaan:

1. Bagaimana hasil usaha dari jasmani kita dalam mencari kekayaan

Firman Allah :

"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. At Taubah : 105)

“ Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk : 15)

Rasulullah bersabda :

“ Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli itu baik.” (HR. Ahmad, Baihaqi dll)

Tidak ada satupun makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri.” (HR. Bukhari)

Berapa sih kemampuan fisik kita dalam mengumpulkan harta? Bila kita hanya mengandalkan kemampuan fisik kita maka rezeki yang didapatkan akan sangat terbatas. Kita sudah berusaha mengeluarkan dan mengerahkan kekuatan tubuh kita, hasilnya hanya dihargai beberapa rupiah. Berapa seorang kuli dibayar dari hasil tenaganya?

2. Bagaimana hasil usaha dari akal kita dalam mencari kekayaan

Allah berfirman,

“tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya (keahliannya) masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mngetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.” (QS. Al-Isra’ : 84).

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar : 9).

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al-Isra: 36).

“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS Al Jatsiyyah : 13)

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Rasulullah bersada:
"Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran." (Hadist Bukhari).

“Sesungguhnya Allah itu mencintai hamba-Nya yang apabila bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. [HR Thabrani].

Orang yang memiliki keahlian dia akan dibayar lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki skill (hanya mengandalkan kekuatan tubuh). Kemampuan akal memegang peranan yang penting dalam mencari kekayaan. Pekerjaan yang dilakukan bukan hanya sekadar bekerja keras dengan kemampuan fisik, akan tetapi bagaimana bekerja secara cerdas menggunakan akal.

3. Bagaimana hasil usaha dari ruhiyah kita dalam mencari kekayaan

“ Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah : 10)

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raaf : 96)

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah : 261)

[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Berkata Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. telah bersabda: Sesungguhnya Allah s.w.t. telah berfirman:
“Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada seseorang hambaKu yang bertaqarrub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih kucintai daripada ia menunaikan segala yang Kufardhukan ke atas dirinya. Dan hendaklah hambaku bertaqarrub kepadaKu dengan Nawafil, sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencintainya, nescaya jadilah Aku (seolah-olah) pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan pemandangannya yang ia memandang dengannya, dan tangannya yang ia bertindak dengannya, dan kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan andaikata ia memohonKu pasti akan Kuberinya, dan andaikata ia berlindung kepadaKu pasti akan Kulindunginya”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan ruhiyah pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Allah SWT yang telah menentukan apakah kita akan mendapat rezeki atau tidak. Betapapun kita mengerahkan semua potensi kekuatan fisik kita dan berbagai strategi diterapkan, bila Allah belum menghendaki maka rezeki yang ada di hadapan kita belum tentu menjadi miliki kita.

Rezeki kita sesungguhnya adalah apa yang telah kita infakkan di jalan Allah. Apa yang ada saat ini belum tentu menjadi milik kita sepenuhnya. Bisa jadi ada yang mencuri harta kita, terjadi musibah kebakaran, bencana alam dan lain-lain yang akan menghilangkan dalam sekejap apa yang telah kita raih.


Saudarkau,

Kita harus sadar, berbagai upaya yang kita lakukan dari potensi-potensi tersebut harus benar-benar sesuai dengan aturan Allah. Bila tidak maka bukanlah kebahagian yang akan kita raih, tapi akan mengalami kesengsaraan abadi karena menikmati kesenangan yang semu.